Name: Nawangsih (A1B218071)
Di penghujung April 2021 publik dikejutkan oleh
berita salah satu kapal selam kebanggaan NKRI yang hilang kontak di perairan
Bali. Dikabarkan pada 21 April 2021, kapal selam KRI Nanggala-402 yang sedang
mengikuti latihan penembakan dan peluncuran torpedo hilang kontak sekitar 95
kilometer di utara Bali dengan membawa 53 orang awak kapal di dalamnya. Setelah
dilakukan proses pencarian, kapal selam buatan Jerman ini dinyatakan tenggelam
(subsunk) pada 24 April 2021. Tenggelamnya kapal selam ini menimbulkan luka
yang mendalam untuk rakyat Indonesia bahkan disebut sebagai salah satu tragedi
tenggelamnya kapal selam terburuk dalam sejarah dunia. Dilansir dari
cnnindonesia.com, seorang pakar kapal selam dari Institut Teknologi Sepuluh
November (ITS) Surabaya Wisnu Wardhana menyebutkan ada tiga faktor penyebab
tenggelamnya KRI Nanggala-420 dikedalaman 850 meter. Ketiga faktor itu ialah
tidak berfungsinya Air Ballast yang dapat mengatur ketinggian penyelaman kapal,
tidak berfungsinya hydroplane atau sayap di badan kapal dan rusaknya Pressure
Hull yang membuat kapal tersebut hancur karena besarnya tekanan air. Tragedi
ini seolah membeberkan beberapa bukti nyata lain kurangnya perhatian pemerintah
terhadap peralatan perang kawasan maritim.
Kapal selam yang berusia tua dan
masih beroperasi hingga kini, menjadi bukti bahwa pemerintah lalai dalam
memperhatikan penggunaan alutsista (Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional
Indonesia). Dilansir dari makassar.terkini.id, KRI Nanggala-402 adalah kapal
selam tipe 209/1300 yang dibuat di Kiel, Jerman Barat, yang dipesan pemerintah
Indonesia pada 1978 dan mulai aktif digunakan sejak 1981. Menyoroti kapan kapal
selam ini dipesan, menandakan bahwa KRI Nanggala-402 telah berusia lebih dari
40 tahun. Disebutkan juga bahwasanya kapal selam ini terakhir diperbaiki pada
tahun 2012 atau 9 tahun silam. Pihak Jerman pun mengatakan bahwa kapal selam
jenis serupa telah purnatugas semua saat ini di wilayah mereka dan digantikan
oleh kapal selam jenis terbaru. Sebagai alutsista kebutuhan militer, seharusnya
pemerintah memperhatikan usia peralatan militer yang digunakan. Kendati TNI AL
menyebutkan KRI Nanggala-402 masih layak digunakan, namun cepat atau lambat
kondisi kapal selam pasti akan mengalami kerusakan karena usia tua. Untuk itu,
pemerintah perlu memberikan perhatian lebih tentang penggunaan alutsista militer
ini dengan tidak memaksa menggunakan kapal selam yang kondisinya sudah
mendekati tidak layak. Hal ini dikarenakan faktor usia bisa menjadi pemicu
penyebab kerusakan alutsista. Naasnya, para prajurit terbaik Indonesia lah yang
akan menjadi korban akibat kelalain pemerintah.
Bukti lain kurangnya perhatian
pemerintah adalah rancangan kebijakan yang terlambat diprioritaskan. Setelah terjadi
tragedi, barulah muncul janji untuk memprioritaskan peremajaan alutsista. Tragedi
tenggelamnya KRI Nanggala-402 seolah menjadi pengingat pentingnya peremajaan
alutsista. Dilansir dari nasional.kompas.com, upaya peremajaan alutsista sebenarnya
sudah dipetakan melalui Minimum Essential
Force (MEF) yang dirancang pemerintah sejak 2007. Namun sejauh ini
pemenuhan upaya ini seolah hanya sekedar wacana yang tersendat oleh sejumlah
kendala lainnya. Pemerintah tidak bisa memilah mana prioritas yang seharusnya
didahulukan sehingga akhirnya mengakibatkan kesalahan fatal yang merugikan
banyak pihak. Dan setelah terjadi tragedi naas ini barulah pemerintah gembar
gembor berjanji akan memprioritaskan peremajaan alutsista. Artinya pergerakan
dimulai karena sebuah tragedi telah terjadi. Seakan menjelaskan bahwa
pemerintah kurang perhatian terhadap peralatan perang dikawasan maritim.
Anggaran yang tersedia tidak
digunakan sedemikian rupa untuk memprioritaskan kelayakan alutsista. Hal ini
menjadi bukti selanjutnya kurangnya perhatian pemerintah terhadap kawasan maritim.
Dilansir dari matamatapolitik.com, KRI Nanggala-402 telah digunakan oleh lebih
dari selusin angkatan laut selama lima dekade terakhir, termasuk Argentina,
Yunani, India dan Turki. Dengan kata lain, saat sampai ke Indonesia kapal selam
ini bukanlah kapal selam baru melainkan telah bekas pakai angkatan laut dari
berbagai negara. Beberapa alutsista lainnya yang dibeli oleh pemerintah berada
dibawah standar dan bekas pakai yang kadangkala tidak sesuai dengan kebutuhan. Tindakan
pemerintah yang kurang perhatian ini, bisa menjadi pemicu indikasi adanya
korupsi anggaran. Pembelian alutsista bekas tentunya berpotensi besar
menimbulkan masalah yang yang tidak hanya akan membebani anggaran perawatan
tetapi akan berisiko terjadi kecelakaan yang mengancam keselamatan para prajurit.
Seharusnya anggaran yang disediakan untuk memprioritaskan alutsista digunakan
untuk membeli peralatan perang baru yang layak digunakan hingga jangka panjang.
Tragedi tenggelamnya kapal selam KRI
Nanggala-420 ini menjadi teguran langsung agar pemerintah lebih memperhatikan
alutsista dikawasan maritim. Berbagai bukti terlihat bahwa pemerintah kurang
perhatian terhadap peralatan perang di Indonesia. Mulai dari masih dipakainya
kapal selam yang telah berusia tua, lambatnya memprioritaskan peremajaan
alutsista militer hingga tidak jelasnya penggunaan anggaran yang tersedia untuk
kelayakan peralatan perang. Kalau sudah terjadi tragedi, barulah pemerintah
sibuk berjanji. Seharusnya sejak awal agenda yang telah disusun dilaksanakan
dengan baik sehingga dampaknya tidak akan berakibat fatal. Para prajurit yang
berjuang mempertahankan keamanan negara tidak luput menjadi korban akibat
kelalaian dan keegoisan oknum pemerintah. Semoga 53 awal kapal dalam tragedi
KRI Nanggala-420 di terima di sisi tuhan. Fair
Winds and Following Seas, KRI Nanggala-402.
Source:
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/28/10555581/belajar-dari-tragedi-kri-nanggala-402?page=3
https://www.matamatapolitik.com/kapal-selam-kri-nanggala-402-hilang-gara-gara-usia-tua-in-depth/
Tidak ada komentar: