Pada
awal bulan Februari 2021 pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)
3 Menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut khusus keagamaan bagi
peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang
diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Surat tersebut ditandatangani oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud), Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negeri (Medagri)
dan Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri Agama (Menag). SKB 3 Menteri ini
menimbulkan pro-kontra dari sejumlah pihak. Dikarenakan semakin banyak tekanan
yang takutnya memperluas kontradiktif dan problematika, Mahkamah Agung (MA)
meminta pemerintah mencabut SKB 3 Menteri yang didasari oleh permohonan
keberatan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat.
Dari sisi pro, dilansir dari laman
fin.co.id Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti mendukung SKB 3
Menteri ini dikarenakan menurutnya aturan yang tercantum dalam SKB 3 Menteri
dapat menghentikan tindakan diskriminatif yang hingga saat ini masih sering
terjadi. Senada dengan Retno, Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Dwi
Rubiyanti Kholifah dalam laman kabar24.bisnis.com mengatakan mendukung SKB 3
Menteri ini karena kemunculannya justru membuka kebebasan berpendapat dan
beagama. Sementara dari sisi kontra, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, KH
Muhammad Cholil Nafis mengkritisi SKB 3 Menteri ini. Ia berpendapat bahwa
pemerintah sebaiknya mengurus bagaimana memaksimalkan belajar daring di pelosok
yang tak terjangkau daripada mengurusi seragam. Lebih lanjutnya, sejumlah pihak
dari sisi kontra menganggap bahwa pendukung SKB 3 Menteri ini menentang ajaran
Islam yang mewajibkan menggunakan jilbab bagi muslimah. Pro dan kontra SKB 3
Menteri ini memunculkan pertanyaan perlukah adanya aturan seragam dan atribut
sekolah terutama pada seragam khusus keagamaan. Melihat dari berita yang
beredar dan maksud dari kebijakan tentang seragam dan atribut sekolah ini, saya
pikir SKB 3 Menteri perlu untuk diterapkan.
Alasan pertama adalah aturan yang
mewajibkan dan melarang seragam khusus keagamaan dapat menjadi contoh nyata bentuk
pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). Suatu aturan yang mewajibkan atau
melarang dapat menimbulkan terbentuknya unsur paksaan pada individu. Dalam
kasus seragam dan atribut sekolah ini, pihak yang mungkin saja merasa terpaksa
dan keberatan adalah warga sekolah yaitu peserta didik, pendidik dan tenaga
kependidikan. Inti dari SKB 3 Menteri ini adalah larangan kepada daerah dan
kepala sekolah negeri untuk mewajibkan atau melarang penggunaan atribut agama
di sekolah-sekolah negeri. Artinya, pemerintah ingin memberikan jaminan
kebebasan setiap individu terkait pemakaian seragam dan atribut agama di
lingkungan sekolah. SKB 3 Menteri ini seolah merupakan upaya pemerintah untuk
mengedepankan dan menjujung tinggi HAM di masyarakat lingkungan sekolah.
Alasan kedua adalah SKB 3 Menteri ini bisa saja menjadi langkah
terwujudnya penyelesaian masalah yang berhubungan dengan toleransi dan
pluralisme. Indonesia adalah negara dengan berbagai budaya, suku dan agama.
Dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” sebagai prinsip walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu, yang mana sejalan dengan tujuan dikeluarkannya SKB 3 Menteri
tentang seragam dan atribut sekolah khusus keagamaan. Jika dilihat dari realitanya,
dikarenakan terdapat agama mayoritas di Indonesia, beberapa daerah mewajibkan
penganut agama non-mayoritas untuk ikut menggunakan atribut keagamaan dari
agama mayoritas di lingkungan sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
toleransi dan pluralisme di Indonesia sangat memprihatikan bagi kelompok minoritas.
SKB 3 Menteri ini diharapkan membantu terwujudnya penegakan dan pemeliharaan
toleransi serta pluralisme yang hingga saat ini masih tumpul pada kelompok
minoritas. SKB 3 Menteri juga akan membuat peserta
didik (teruma yang beragama mayoritas) menyadari bahwa ada agama lain hidup
berdampingan dengan mereka.
Alasan ketiga adalah sisi positif yang didapat dari SKB
ini memberikan kesempatan individu untuk memandang nilai-nilai keagamaan dari
dalam dirinya sendiri. Senada dengan upaya menjunjung tinggi HAM yang
menyerahkan penggunaan atribut agama kepada keputusan individu, SKB ini juga
memberikan kesempatan individu untuk menyadari sendiri ajaran agamanya terhadap
berpakaian di lingkungan tanpa adanya suatu aturan yang melandasi. Dengan
menyerahkan dan memberikan kesempatan pada individu-individu, warga sekolah
terutama peserta didik akan berkesempatan untuk memandang ajaran agama sebagai
sebuah kesadaran dari diri sendiri bukannya dari pembiasan karena aturan wajib
yang selalu ditekankan.
Source:
https://fin.co.id/2021/02/06/pro-kontra-skb-3-menteri-soal-seragam/
Tidak ada komentar: